
Muhammadiyah-DK3P Jatim Susun Pedoman K3L Masjid dan Mushola
Masjid tak sekadar tempat ibadah. Juga sebagai pembinaan umat dan layanan sosial.
SURABAYA, Improvement – Kasus pencurian begitu sering terjadi, baik kotak amal maupun pencurian barang milik jamaah. Meski masjid kini sudah dipasangi CCTV, toh aksi tak terpuji ini tetap marak terjadi.
Sebagai tempat ibadah, masjid sejatinya menjadi tempat yang aman bagi para jamaah. Agar ibadah dan aktivitas keagamaan lainnya yang dilaksanakan di masjid, bisa berlangsung khusuk dan khidmat.
Tak sekadar aman, masjid juga diharapkan ramah anak-anak, ramah lansia, ramah lingkungan, dan sehat. Aspek keselamatan, keamanan, kesehatan, dan lingkungan (K3L/HSSE) masjid kini menjadi penting di tengah perannya yang semakin kompleks.
Persoalannya, sudah ada kah masjid yang menerapkan aspek K3L secara benar, komprehensif, dan integratif?
Muhammadiyah Jatim bersama Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Provinsi Jatim menginisiasi penyusunan Pedoman K3L untuk Masjid dan Musholla.
Inisiatif ini mengemuka setelah dilakukan Focus Group Discussion (FGD) di Gedung Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim.
FGD bertajuk “Kajian Kebijakan Tata Kelola Keselamatan dan Kesehatan Beribadah di Masjid” merupakan kolaborasi dua organisasi berbeda; keagamaan dan profesi K3.
Paradigma Baru Pengelolaan Masjid
Keduanya berupa membangun paradigma baru pengelolaan masjid. Yaitu tidak hanya sakral secara spiritual, tetapi juga aman secara teknis, sehat secara lingkungan, dan inklusif secara sosial.
Wakil Ketua PWM Jatim, Muhammad Khoirul Abduh, menyampaikan bahwa hingga saat ini, masih sangat jarang masjid yang mengadopsi standar K3L secara menyeluruh.
Menurutnya, banyak masjid justru belum ramah terhadap anak-anak, musafir, lansia, maupun penyandang disabilitas. Selain itu, aspek lingkungan sekitar sering kali diabaikan.
“Masjid seharusnya menjadi rumah bagi semua. Bukan hanya tempat sujud, tapi tempat semua merasa dilindungi dan dihargai. Inisiasi ini adalah langkah maju yang harus kita sambut dengan serius,” ujarnya.
Senada dengan itu, Ketua LHKP PWM Jatim, Muhammad Mirdasy, menyebut bahwa masjid memiliki peran yang sangat strategis sebagai pusat pembinaan umat.
Oleh karena itu, sudah saatnya prinsip-prinsip K3L menjadi bagian integral dari dakwah yang dijalankan Muhammadiyah.
“Penerapan safety culture dan green habit di masjid bukan hanya tentang kenyamanan fisik, tetapi bagian dari aktualisasi nilai-nilai Islam itu sendiri,” ujarnya.
Sejak Januari 2025, Dewan K3 Provinsi Jatim telah melakukan kajian awal melalui survei dan observasi terhadap berbagai kondisi masjid di lapangan.
Wakil Ketua DK3P Jatim, Edi Priyanto, memaparkan bahwa potensi risiko di masjid masih sangat tinggi. Mulai dari kabel listrik yang tidak standar, minimnya alat pemadam, ventilasi yang buruk, hingga sanitasi yang tidak layak.
Ia juga menyoroti pentingnya aksesibilitas bagi lansia dan difabel yang masih sangat terbatas di banyak tempat ibadah.
“Masjid harus jadi tempat yang rahmatan lil ‘alamin, tidak hanya untuk ruhani, tapi juga untuk keselamatan dan kesehatan jasmani jamaahnya,” tegas Edi.
Pedoman yang tengah dirancang tidak hanya bersifat teknis, melainkan juga memuat nilai-nilai syariah yang mendasar.
Prinsip maqashid syariah, yakni menjaga jiwa, akal, agama, harta, dan keturunan, menjadi landasan etik sekaligus spiritual dalam penyusunannya.
Isi dari pedoman ini mencakup standar operasional prosedur (SOP) keselamatan, pengelolaan kebersihan, tata ruang ramah difabel. Lalu, manajemen limbah masjid, hingga pelatihan bagi takmir dan relawan untuk menghadapi situasi darurat.
Prinsip SDGs
Lebih jauh, Edi menegaskan pentingnya penerapan prinsip Sustainable Development Goals (SDGs) dalam tata kelola masjid. Ia mengritisi praktik umum di mana sampah masjid tidak dipilah, bahkan dicampur antara limbah organik dan anorganik.
Menurutnya, hal tersebut bisa menjadi “dosa jariyah.” Sebab mewariskan sampah yang sulit terurai puluhan hingga ratusan tahun yang berdampak pada kerusakan lingkungan kepada generasi mendatang.
“Kita sering berpikir bahwa membangun masjid itu amal jariyah. Tapi kalau yang kita wariskan adalah sampah tak terurai, maka itu bisa jadi dosa jariyah. Ini persoalan kesadaran spiritual yang harus dibangun,” katanya menutup sesi.
FGD ini dihadiri oleh perwakilan takmir masjid, akademisi, tokoh agama, praktisi K3, serta komunitas peduli lingkungan. Kegiatan berlangsung secara hybrid, menggabungkan diskusi luring dan partisipasi daring.
Melalui sinergi ini, Muhammadiyah Jatim dan Dewan K3 Provinsi Jatim berharap Jatim menjadi pionir bagi paradigma baru pengelolaan masjid di Indonesia. Upaya ini diharapkan dapat mendorong lahirnya model nasional pengelolaan masjid yang aman, sehat, hijau, dan inklusif.
Sebagai pusat peradaban umat, masjid harus menjadi contoh dalam merawat kehidupan. Bukan hanya hubungan manusia dengan Tuhannya, tapi juga dengan sesama dan dengan alam sekitarnya. (Hasanuddin)