QHSSE

Menaker: Penerapan SMK3 Cenderung Administratif

Sertifikasi SMK3 masih banyak dianggap sekadar pemenuhan regulasi.

BATANG, Improvement – Kasus kecelakaan kerja yang terjadi di Indonesia, terbilang masih tinggi. Dalam beberapa tahun terakhir, kasus kecelakaan kerja terus memperlihatkan tren peningkatan.

Sebagaimana diungkap Menteri Ketenagakerjaan RI, Prof Yassierli, PhD, bahwa berdasarkan data BPJS Ketenagakerjaan, kasus kecelakaan kerja terus menunjukkan tren peningkatan dalam tiga tahun terakhir.

Pada 2022 kasus kecelakaan kerja yang terjadi terdata sebanyak 298.137. Lalu meningkat menjadi 370.747 kasus pada 2023 dan 356.383 kasus pada 2024 (Januari – Oktober).

“Angka-angka ini menyadarkan kita bahwa upaya untuk membangun budaya K3 harus terus digalakkan. Penurunan angka kecelakaan kerja harus menjadi prioritas nasional,” kata Menteri Ketenagakerjaan Prof Yassierli, PhD dalam kata sambutannya saat membuka acara Peringatan Bulan K3 Nasional tahun 2025 yang dilangsungkan di Kawasan Industri Terpadu Batang (KITB), Jawa Tengah, Selasa (14/1/2025).

Dikatakan, kecelakaan kerja merupakan salah satu tantangan yang selama ini dihadapi dalam upaya penerapan budaya keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang unggul. Pembangunan budaya K3 membutuhkan kolaborasi dan komitmen dari semua pihak.

Menteri Ketenagakerjaan Prof Yassierli, PhD saat memberikan sambutan dalam acara Peringatan Bulan K3 Nasional 2025 yang dilaksanakan di KITB, Selasa (14/1/2025).

Tingginya kasus kecelakaan kerja, termasuk penyakit akibat kerja, tak terlepas dari penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Kerja (SMK3) yang terbilang masih rendah di Indonesia.

Berdasarkan data dari satudatakemnaker, jumlah perusahaan yang sudah menerapkan SMK3 dan menerima penghargaan pada tahun 2024 tercatat sebanyak 2.495 perusahaan.

Menurut kategori tingkat penerapannya, tercatat sebanyak 764 perusahaan dengan tingkat penilaian penerapan baik dan 1.731 perusahaan dengan tingkat penilaian penerapan memuaskan.

Dari jumlah 2.495 perusahaan tersebut, terdiri dari 1.614 perusahaan kategori tingkat awal (64 kriteria), 127 perusahaan kategori tingkat transisi (122 kriteria) dan 754 perusahaan kategori tingkat lanjutan (166 kriteria).

Cenderung Administratif

Menaker Prof Yassierli, PhD mengakui bahwa penerapan SMK3 saat ini banyak yang cenderung bersifat administratif, tidak mendorong pembentukan budaya K3.

Padahal, katanya, penerapan SMK3 yang terintegrasi merupakan salah satu langkah strategis yang harus dilakukan dalam upaya memitigasi aneka risiko bahaya di tempat kerja.

Menaker menggarisbawahi bahwa industri ke depan akan menghadapi risiko baru akibat perubahan demografi pekerja, perkembangan teknologi, dan tuntutan global. Pemanfaatan teknologi canggih dalam produksi akan berdampak pada pola kerja yang baru bisa mempengaruhi kesehatan fisik dan mental.

Risiko baru akan muncul ketika industri semakin banyak menggunakan bahan buatan kimia atau ketika penggunaan energi primer alternatif seperti LNG dan hidrogen, dll.

“Kegagalan dalam memitigasi risiko-risiko ini bisa berdampak sangat signifikan, seperti meningkatnya biaya kesehatan, penurunan kualitas hidup tenaga kerja, serta kerugian produksi,” kata Menaker.

Sebagaimana Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah No 50 tahun 2012, Sistem Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja (SMK3) merupakan bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif.

Penerapan SMK3 bertujuan untuk (Pasal 2 PP 50/2012):

  1. meningkatkan efektifitas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja yang terencana, terukur, terstruktur, dan terintegrasi;
  2. mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, pekerja/buruh, dan/atau serikat pekerja/serikat buruh; serta
  3. menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman, dan efisien untuk mendorong produktivitas.

Di Indonesia, penerapan SMK3 merupakan mandatory (kewajiban) bagi setiap perusahaan yang mempekerjakan pekerja/buruh paling sedikit 100 orang, atau memiliki tingkat potensi bahaya tinggi. (Hasanuddin)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button