InfrastructureSustainability

Ini 3 Pilar yang Harus Diperhatikan dalam Konstruksi Berkelanjutan

Pelaksanaan konstruksi harus memperhatikan aspek ekonomi, lingkungan, dan sosial.

JAKARTA, Improvement – Keberlanjutan (sustainable) belakangan menjadi tren dalam dunia industri. Apapun bentuk dan jenis kegiatannya, dunia industri kini dituntut untuk bertanggung jawab dalam hal menjaga dan melestarikan ekosistem kehidupan demi masa depan lebih baik.

Tak terkecuali sektor konstruksi. Meski tak sebesar sektor minyak dan gas (Migas), pertambangan, dan fabrikasi, sektor konstruksi juga turut berperan dalam menyumbang emisi karbon di udara.

“Kementerian Pekerjaan Umum memastikan berperan aktif dalam mewujudkan amanat Sustainable Development Goals (SDGs) atau agenda tujuan pembangunan berkelanjutan global,” kata Direktur Keberlanjutan Konstruksi Direktorat Jenderal Bina Konstruksi (Bikon), Kementerian Pekerjaan Umum (PU), Kimron Manik kepada Improvement di ruang kerjanya.

Peran aktif itu antara lain melalui beberapa kegiatan pembangunan infrastruktur yang mendukung tanpa kemiskinan, tanpa kelaparan, kesetaraan gender, air bersih dan sanitasi, industri, inovasi infrastruktur, kota dan komunitas berkelanjutan, dan aksi perubahan iklim.

Selain itu SDG’s merupakan program dunia/international campaign yang menjadi salah satu dasar acuan bagi  Kementerian PU untuk menerapkan Konstruksi Berkelanjutan.

Dikatakan, pelaksanaan konstruksi harus memperhatikan tiga pilar  dalam upaya mewujudkan konstruksi berkelanjutan. Kimron menyebut, ketiga pilar tersebut adalah Ekonomi, Lingkungan, dan Sosial.

Ekonomi

Dilihat dari konteks ekonomi, penerapan prinsip konstruksi berkelanjutan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Artinya pembangunan dapat memberikan manfaat ekonomi bagi semua pihak dan mendorong peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat secara terus menerus, melalui penciptaan lapangan kerja dan penggunaan material lokal yang secara otomatis menjadi pendongkrak ekonomi.

Lingkungan

Dalam lingkup pelestarian lingkungan hidup, pelaksanaan konstruksi berkelanjutan dapat menjaga kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Penerapan konstruksi berkelanjutan diharapkan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya dan meminimalkan dampak lingkungan yang ditimbulkan, melalui penggunaan peralatan dan material yang hemat energi dan ramah lingkungan.

“Untuk mendukung tujuan SDG’S, Kementerian PU terus berkomitmen untuk berkontribusi dalam pengurangan emisi karbon melalui berbagai pembangunan infrastruktur seperti pembangunan Gedung hijau, jalan berkelanjutan, pasar tradisional dan rumah susun yang hemat energi, pembangunan TPA dengan teknologi sanitary landfill dan incinerator,” katanya.

Kementerian PU juga melakukan berbagai inovasi teknologi material ramah lingkungan seperti teknologi aspal plastik untuk pembangunan jalan, penggunaan teknologi geofoam material pengganti untuk timbunan pada pembangunan tol cisumdawu, penggunaan material bambu sebagai konstruksi matras pada pembangunan jalan tol semarang demak dan banyak contoh lainnya.

Selain itu, konstruksi berkelanjutan juga memperhatikan pelestarian kawasan hutan lindung serta penyediaan fasilitas pergerakan hewan yang diperkirakan terganggu habitatnya seperti pembangunan jalur penyebrangan gajah liar pada tol pekanbaru-dumai.

Sosial

Dalam lingkup sosial, pelaksanaan konstruksi berkelanjutan diharapkan dapat mewujudkan pembangunan yang berkeadilan, inklusif, dan mengurangi kesenjangan sosial sehingga berdampak pada pengurangan kesenjangan sosial masyarakat secara keseluruhan.

Konstruksi berkelanjutan juga menekankan pada kearifan lokal daerah setempat. Dibalik kemegahan infrastruktur, tidak mungkin bisa dikerjakan tanpa ada pendekatan lokal. Kearifan-kearifan lokal tidak mungkin ditinggalkan dalam membangun infrastruktur.

Kimron mencontohkan pembangunan irigasi. Meskipun pemerintah sudah membangun dengan teknologi mutakhir, irigasi tersebut tidak akan termanfaatkan secara maksimal jika tidak diselaraskan dengan budaya bercocok tanam masyarakat setempat.

Sebab, katanya, irigasi tidak hanya sebatas pada produksi padi saja. Di wilayah yang lain mungkin dibutuhkan untuk produksi pangan yang berbeda.  Misalnya di Kabupaten Indragiri Hilir, produksi kelapa bisa lebih meningkat melalui teknologi irigasi yang sesuai.

Selain itu, konstruksi berkelanjutan juga mengutamakan estetika dan penggunaan ornamen lokal. Hal ini dapat terlihat pada pembangunan infrastruktur seperti penggunaan ornamen bangunan yang menunjukkan ukiran khas daerah setempat diantaranya pada pembangunan Jalan Layang Purwosari, Revitalisasi Pasar Sukawati Gianyar Bali, desain Jembatan Tano Ponggol mengakomodir budaya lokal dengan konsep dalihan natolu yang merupakan ciri khas budaya Batak dan masih banyak contoh lainnya.

“Dengan kata lain, Konstruksi Berkelanjutan merupakan salah satu upaya Kementerian PU untuk mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan yaitu pembangunan yang memenuhi kebutuhan hidup masa sekarang dengan mempertimbangkan pemenuhan kebutuhan hidup generasi mendatang,” pungkasnya. (Hasanuddin)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button