
Seluruh Angkutan Umum di Jakarta Harus Bertenaga Listrik di 2030
Saat ini bus listrik TransJakarta bertenaga listrik baru 200 unit.
JAKARTA, Improvement – Kota Jakarta acap menyandang status tak sedap dalam hal kualitas udara. Kota yang dulunya bernama Batavia ini bahkan pernah menyandang status sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia.
Pada 13 Agustus 2024, Jakarta mencatatkan Indeks Kualitas Udara (AQI) tertinggi di dunia dengan skor 177. Pada 15 Agustus 2023, rata-rata polutan halus yang beredar di kota Jakarta sebanyak 45,3 mikrogram (μg) per meter kubik (m3).
Menanggapi hal ini, Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) Dr Ir Haris Muhammadun, ATD, MM, IPU mengatakan bahwa buruknya kualitas udara di Jakarta lebih banyak dipicu oleh kendaraan, utamanya kendaraan pribadi.
Setiap harinya kota Jakarta dilintasi jutaan kendaraan, baik roda dua maupun roda empat. Selain menimbulkan kemacetan lalu lintas, hal itu memicu buruknya kualitas udara di Jakarta lantaran hampir seluruhnya menggunakan bahan bakar fosil (BBM).

Pemerintah telah melakukan berbagai upaya dalam pembatasan penggunaan kendaraan pribadi bagi masyarakat dalam melakukan aktivitasnya, terutama kendaraan roda empat. Antara lain Three in One dan Ganjil Genap (Gage). Tetapi langkah-langkah itu belum membuahkan hasil optimal.
Upaya lainnya adalah membenahi kualitas angkutan umum dan membangun jaringan transportasi publik melalui push and pull policy. Sejauh ini hasilnya juga belum optimal lantaran rasio 60 persen Transit Oriented Development (TOD) belum tercapai.
Belakangan, Pemprov DK Jakarta tengah mengembangkan angkutan umum bertenaga listrik. Langkah itu sudah mulai diterapkan pada angkutan umum berbasis jalan yaitu TransJakarta.
“Saat ini baru sekitar 200 unit bus TransJakarta yang menggunakan tenaga listrik. Targetnya di akhir 2024 adalah 500 unit bus, tetapi belum tercapai,” katanya.
Salah satu faktor belum tercapainya jumlah armada bus TransJakarta yang menggunakan tenaga listrik adalah soal biaya. Sebab, kata Haris, satu unit bus bertenaga listrik harganya Rp4,95 miliar. Bandingan dengan satu unit bus berbahan BBM yang berada di kisaran harga Rp2 miliar dengan kondisi bagus.
Ia berharap, pada tahun 2030, seluruh angkutan umum di DK Jakarta sudah harus menggunakan tenaga listrik baik mikro trans maupun bus TransJakarta. Dengan memperbanyak jumlah armada angkutan umum bertenaga listrik, diharapkan bisa mengurangi tingkat polusi udara di kota Jakarta.
Pada kesempatan itu, Haris menjelaskan bahwa DTKJ adalah lembaga ad hoc (independen) yang berada di bawah Gubernur DK Jakarta yang dibentuk berdasarkan Perda yang susunan organisasinya terdapat dalam Pergub DKI Jakarta No 265 tahun 2015.
Anggotanya dari 6 unsur yaitu perguruan tinggi, pakar, pengusaha, LSM, pengguna, dan awak angkutan. Satu unsur lagi ex oficio yaitu dari dinas perhubungan dan Polda Metro Jaya. “Kolaborasi, integrasi, dan berkeadilan,” pungkas Haris saat diminta tiga kata untuk transportasi kota Jakarta. (Hasanuddin)