
Ulul Azmi: Hentikan Seluruh Penambangan di Raja Ampat!
Perusakan lingkungan di Raja Ampat karena aktivitas pertambangan nikel, merupakan pelanggaran SDGs 13, 14 dan 15.
PEKANBARU, Improvement – Aktivitas pertambangan nikel di kawasan Raja Ampat, Papua Barat, kembali menuai sorotan tajam dari berbagai kalangan.
Salah satunya mengalir dari Ir Ulul Azmi, ST, CST, IPM, ASEAN Eng. Ketua Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Wilayah Riau ini menyampaikan keprihatinan mendalam atas berbagai pelanggaran lingkungan di Raja Ampat.
Ulul yang juga praktisi K3 menyerukan agar segala aktivitas pertambangan di Raja Ampat, dihentikan secara permanen.
Dikatakan, eksploitasi di pulau-pulau kecil seperti Gag, Kawe, dan Manuran jelas mengabaikan prinsip kehati-hatian. Dampaknya adalah kerusakan nyata terhadap ekosistem darat maupun laut.
Menurutnya, aktivitas pertambangan tersebut merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap komitmen Indonesia dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs). Khususnya SDGs 13 tentang penanganan perubahan iklim, SDGs 14 tentang perlindungan ekosistem laut, dan SDGs 15 tentang kelestarian ekosistem darat.
“Raja Ampat bukan sekadar kawasan wisata, tetapi simbol integritas ekologis dunia. Jika tambang dibiarkan, maka Indonesia telah gagal melindungi salah satu aset terpentingnya. Saya menyerukan kepada Kementerian ESDM dan KLHK untuk menghentikan seluruh aktivitas tambang yang telah merusak kawasan ini dan mencabut izin perusahaan,” tegas Ulul dalam keteragan tertulisnya yang diterima redaksi Improvement, Jumat (6/6/2025).
Keberlanjutan
Ia juga menekankan bahwa pendekatan keinsinyuran tidak boleh hanya berorientasi pada efisiensi teknis dan keuntungan ekonomi semata. Tetapi harus menjunjung tinggi nilai-nilai keberlanjutan, keselamatan, dan etika profesional.
Dalam pandangannya, investasi yang mengorbankan lingkungan dan masyarakat adat adalah bentuk ketimpangan dan ketidakadilan yang nyata.
“Kita tidak anti terhadap investasi. Namun, investasi yang merusak ekosistem, melanggar etika, dan tidak berpihak pada masyarakat lokal adalah bentuk pengingkaran terhadap cita-cita pembangunan. Keinsinyuran harus hadir bukan hanya sebagai solusi teknis, tetapi sebagai penjaga masa depan yang berkelanjutan,” tambah Ulul.
Ia berharap seluruh pemangku kepentingan dapat bersatu dalam membangun arah baru pembangunan nasional. Tidak hanya progresif secara teknologi, tetapi juga manusiawi dan selaras dengan alam sebagaimana diamanatkan dalam SDGs 2030. (Hasanuddin)