
BALIKPAPAN, Improvement – Palu tentang Perubahan Keempat atas UU No 4 Tahu 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, sudah diketok.
DPR RI resmi menyetujui usulan Badan Legislasi (Baleg). Persoalannya, dalam draft sementara itu ada satu pasal tambahan.
Yaitu Pasal 51A: (1) WIUP (wilayah izin usaha tambang) mineral logam dan batubara dapat diberikan kepada perguruan tinggi dengan cara prioritas.
Lalu, (2) Pemberian dengan cara prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan mempertimbangkan:
a. luas WIUP mineral logam;
b. akreditasi perguruan tinggi dengan status paling rendah B; dan/atau
c. peningkatan akses dan layanan pendidikan bagi masyarakat.
Selanjutnya, (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian WIUP Mineral logam dengan cara prioritas kepada perguruan tinggi diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, usulan pasal ini memberi kesempatan kepada perguruan tinggi dalam mencari pendanaan secara lebih luas.
Salah satunya adalah melalui sektor pertambangan yang diharapkan ke depannya dapat memberikan manfaat bagi perguruan tinggi.
Namun Dasco memastikan, bahwa draft ini bersifat sementara dan belum final.
Toh, kehadiran pasal tambahan tadi, melahirkan gelombang protes dari dunia akademisi.
Rektor Universitas Balikpapan (Uniba) Isradi Zainal tegas menolak pasal tersebut. Sebab pasal itu dianggap melanggar UU Pendidikan.
“Tugas Perguruan Tinggi (PT) bukan mencari uang dari mengelola tambang mineral logam, tapi pendidikan. Mencetak SDM unggul di bidang pendidikan,” kata Isradi kepada Improvement, Minggu (26/1/2025).
Isradi mengakui bahwa Perguruan Tinggi dalam menjalankan operasionalnya memang membutuhkan dana tidak sedikit. Tetapi menglola tambang bukan hal sederhana.
Tambang harus dikelola oleh para profesional untuk kepentingan negara, masyarakat, dan kemakmuran rakyat.
Langgar Tri Dharma Perguruan Tinggi
“Kalau perguruan tinggi masuk ke sana, jangan sampai mereka kehilangan fokus pada tugas utama mereka, yaitu pendidikan,” katanya.
“Tugas perguruan tinggi adalah mendidik anak bangsa, bukan mencari keuntungan ekonomi. Tugas perguruan tinggi itu bukan mencari uang,” tegasnya.
Isradi mempertanyakan urgensi pemerintah mengusulkan hal itu di Rancangan Perubahan UU Minerba.
Ia berpendapat, lebih baik urusan mengelola tambang diserahkan saja kepada perusahaan yang profesional.
“Kalau ada perusahaan yang profesional dan betul-betul fokus, ya kan bagus. Tambang ini dikelola untuk sebaik-baik kepentingan negara dan masyarakat, untuk kemakmuran rakyat. Jangan terkesan tambang ini dibagi-bagi, tapi bagaimana tambang ini bisa dikelola secara profesional,” ujarnya.
Penolakan serupa juga mengalir dari Universitas Gajah Mada (UGM). Salah seorang dosen UGM, Fahmy Radhi, mengatakan bahwa pasal 51A tersebut melanggar UU tentang pendidikan.
Menurut Fahmy, berdasarkan UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, perguruan tinggi memiliki tiga fungsi, yakni pendidikan, penelitian, dan pengabdian.
Pengelolaan pertambangan jelas tidak selaras dengan ketiga fungsi tersebut. ”Tambang, bagaimana pun prosesnya, pasti menyebabkan perusakan lingkungan,” ujarnya dalam keterangan tertulis.
Dia menduga, pemberian konsesi tambang tersebut bertujuan menundukkan perguruan tinggi agar tidak dapat lagi menjalankan fungsi kontrol terhadap pemerintah, sebagaimana yang selama ini berjalan.
“Kalau benar dugaan tersebut, tidak berlebihan dikatakan terjadi prahara di perguruan tinggi dalam fungsi kontrol dan penegakan demokrasi di Indonesia,” ujarnya. (Hasanuddin)