
Prof Suprapto : Perubahan Iklim Tingkatkan Risiko Kebakaran
Perubahan iklim berimbas pada peningkatan suhu udara, kekeringan berkepanjangan, dan gelombang panas.
JAKARTA, Improvement – Tahun 2025 yang baru memasuki hari ke-40 dari 365 hari, diwarnai dengan maraknya kasus kebakaran. Tidak saja di Indonesia, tetapi terjadi di berbagai negara.
Di dalam negeri, misalnya, kebakaran hebat melanda Glodok Plaza yang menewaskan 14 orang. Disusul kebakaran di pemukiman padat Kemayoran Jakarta yang meluluh-lantakan ratusan rumah.
Selanjutnya kebakaran kantin yang nyaris menghanguskan Museum Satria Mandala. Teranyar, Gedung Kementerian ATR/BPN dan terbakarnya sebuah kapal di Dermaga Ancol yang menyebabkan enam orang luka.
Di luar negeri, Si Jago Merah mengamuk hebat di Los Angeles, Amerika Serikat. Membakar hutan seluas 8.000 hektar, menghanguskan sekitar 5.300 bangunan, dan menewaskan setidaknya 18 orang.

Menanggapi hal ini, pakar keselamatan kebakaran dari ITB Prof Dr Ir Suprapto mengatakan bahwa perubahan iklim menjadi hal yang patut diwaspadai.
Gelombang Panas
“Dari beberapa penelitian, perubahan iklim meningkatkan jumlah dan intensitas cuaca ekstrim. Naiknya suhu udara, kekeringan yang berlangsung relatif lama dan gelombang panas, menciptakan kondisi ideal bagi sumber atau titik api,” kata Prof Suprapto saat dihubungi Improvement, Minggu (9/9/2025) pagi.
Titik api bisa cepat tersulut dan menyebar cepat karena faktor angin. Kondisi ini tidak hanya memicu terjadinya kebakaran hutan seperti di Amerika baru-baru ini dengan kecepatan angin hingga 130 – 160 km/jam.
“Tetapi juga meningkatkan risiko tinggi terjadinya kebakaran di wilayah/daerah perkotaan yang dipadati dengan bangunan dan permukiman beserta infrastruktur pendukungnya,” katanya.
Menurutnya, perubahan iklim mendorong angin lebih cepat, penyebaran kebakaran lebih sporadis, dan meningkatkan intensitas kebakaran.
Unsur-unsur ini memengaruhi efektivitas pencegahan dan pemadaman kebakaran, sehingga membutuhkan penyesuaian cara atau prosedur pemadaman api yang lebih efektif.
Inovasi cara dan teknik baru, serta bahan dan sistem pemadaman sangat penting untuk mengatasi perubahan intensitas kebakaran akibat perubahan iklim.
Hal ini tentunya berpengaruh terhadap keselamatan makhluk hidup, bangunan dan lingkungan.
Perubahan iklim memengaruhi pula kondisi lingkungan di dalam bangunan yang dikenal sebagai built environment. Suhu udara, kebersihan udara, kelembaban, ventilasi, dan pencahayan merupakan unsur-unsur pembentuk lingkungan dalam bangunan.
Besarannya diatur sesuai standar-standar yang berlaku dan diwujudkan lewat pengoperasian komponen/peralatan.
“Seperti sistem kelistrikan dalam gedung, sistem pencahayaan buatan, sistem pengkondisian udara (air conditioning). Bersama dengan sistem plambing, sistem transportasi dalam gedung dan sistem proteksi kebakaran, membentuk komponen utilitas bangunan atau ME. Kinerja ME dipengaruhi oleh iklim di luar bangunan,” Prof Suprapto menjelaskan.
Perubahan iklim juga akan berpengaruh terhadap kondisi material dan struktur bangunan. Bahan bangunan yang digunakan dalam konstruksi bangunan berperan penting dalam aspek keselamatan kebakaran.
Kinerja Bahan Bangunan Akan Menurun
Menurutnya, perubahan iklim terutama pada kondisi cuaca ekstrim bisa memengaruhi kinerja bahan bangunan. Pada beberapa bahan bangunan yang lama terpapar oleh panas bisa menurunkan tingkat ketahanan apinya.
“Perlu riset mengenai bahan bahan bangunan baru yang bisa tetap mempertahankan integritas strukturnya terhadap kondisi iklim yang berubah-ubah,” katanya.
Ia mengingatkan, perubahan iklim juga akan memicu besarnya pemakaian energi listrik. Suhu panas di luar ruangan, akan membuat orang menggunakan penyejuk ruangan berlebih dibanding sebelum-sebelumnya.
Beban listrik akan bertambah, dan hal itu akan berpotensi terjadinya korsleting listrik.
Mengantisipasi perubahan iklim dan dampaknya terhadap keselamatan kebakaran maka perlu ditekankan pentingnya edukasi, dan tindakan segera menghadapi kebakaran.
Rencana darurat penanggulangan kebakaran harus direvisi guna mengantisipasi kondisi yang berubah akibat perubahan iklim global.
“Perubahan iklim akan meningkatkan risiko terjadinya kebakaran. Fire hazard and risk analysis dan prosedur untuk meminimasi risiko yang mungkin terjadi, menjadi penting dan mendesak untuk dilakukan,” pungkasnya. (Hasanuddin)