
MTI: Revisi UU No 22/2009 Harus Lebih Berorientasi pada Keselamatan
Revisi UU LLAJ harus menjadi tonggak perbaikan sistem transportasi yang lebih sistematis.
JAKARTA, Improvement – Setelah diusulkan DPR sejak 2022, rencana revisi UU No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), kembali dilanjutkan.
Pada Kamis (6/3/2025) Komisi V DPR RI mengundang Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) dan Badan Perlindungan Konsumen untuk didengar pendapatnya.
Dalam RDPU itu, MTI tegas menyatakan bahwa revisi UU No 22/2009 harus menjadi momentum perbaikan sistem transportasi darat secara menyeluruh.
MTI menyoroti dua masalah utama yang mendesak. Yaitu darurat keselamatan jalan dan lemahnya komitmen pemerintah dalam pengelolaan angkutan jalan.
Ketua Umum MTI, Tory Damantoro, menekankan bahwa perubahan UU ini harus menjadi tonggak perbaikan sistem transportasi yang lebih sistematis. Bukan sekadar pembagian tugas dan kewenangan antar-lembaga.
“Kami mendorong revisi UU ini agar menjadi landasan kebijakan yang lebih komprehensif dalam perbaikan sektor transportasi darat. Regulasi ini tidak boleh hanya berfokus pada operasional tugas dan fungsi kelembagaan semata. Tetapi harus memastikan bahwa sistem transportasi kita lebih terstruktur, efisien, dan berorientasi pada keselamatan serta layanan publik yang lebih baik,” kata Tory.
ODOL dan Ojol
Sedangkan Sekjen MTI Dr. Haris Muhammadun, menyoroti persoalan kendaraan Over Dimension Over Load (ODOL). Kendaraan yang sengaja dibuat bongsor ini dinilai masih menjadi ancaman serius bagi keselamatan di jalan.
“Kasus ODOL tidak bisa diselesaikan hanya dengan penegakan hukum di jalan. Diperlukan pendekatan supply chain yang jelas, dengan pengaturan sistem dan kapasitas simpul lintasan angkutan barang yang memadai. Pemerintah harus memastikan bahwa moda angkutan yang digunakan sesuai dengan karakteristik komoditas yang diangkut. Dengan demikian kapasitas beban bisa terdistribusi secara optimal,” tegas Haris.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum MTI, Djoko Setijowarno, menyoroti pentingnya transformasi kelembagaan dalam penyelenggaraan angkutan umum. Termasuk transportasi berbasis aplikasi seperti ojek online (ojol).
“Perbaikan angkutan umum membutuhkan reformasi kelembagaan, baik di sisi regulator maupun operator. Ojol sebagai bagian dari sistem transportasi perlu diatur dengan jelas agar dapat mendukung keselamatan dan efisiensi keseluruhan sistem angkutan umum,” kata Djoko.
Djoko juga mengusulkan mandatory angkutan umum mengingat peran dan manfaat angkutan umum mendukung tercapainya Indonesia Emas 2045.
Dikatakan keberadaan angkutan umum tidak sekedar mengatasi kemacetan, polusi udara, namun lebih dari itu. Bahkan, bisa membantu terwujudnya pertumbuhan ekonomi 8%. Angkutan umum yang dimaksud untuk membawa penumpang dan barang (logistik).
MTI berharap bahwa revisi UU LLAJ kali ini benar-benar menjadi terobosan untuk membangun sistem transportasi darat yang lebih aman, tertib, dan berkelanjutan.
Regulasi yang kuat dan kebijakan yang tepat akan menjadi kunci dalam memastikan keselamatan masyarakat serta efisiensi sistem transportasi nasional. (Hasanuddin)