KampusSustainability

Menaker: Lebih 1 Juta Sarjana Jadi Pengangguran

Jumlah pengangguran di Indonesia pada 2025 tercatat 7,28 juta. Lebih 1 juta di antaranya lulusan Perguruan Tinggi.

JAKARTA, Improvement – Bonus demografi yang akan dialami Indonesia, bisa mengalami kendala serius apabila tidak bisa mengoptimalkan SDM muda. Indonesia harus bersiap menyongsong bonus demografi dengan mengerahkan segala kemampuan.

Salah satu kendala itu terkait pengangguran. Tak main-main, jumlah pengangguran berpendidikan sarjana di Indonesia saat ini mencapai lebih dari 1 juta orang.

Persisnya, terdapat 1.010.652 lulusan universitas yang berstatus pengangguran pada 2025. Dari data yang ditampilkan, tercatat ada 1.010.652 lulusan universitas yang menganggur pada 2025 ini.

Sementara itu, untuk lulusan diploma ada 177.399 orang yang menganggur. Tercatat pula sebanyak 2.422.846 lulusan SD dan SMP yang menganggur.

Lalu, untuk lulusan SMA ada 2.038.893 orang yang menganggur. Terakhir, untuk tingkat pendidikan SMK ada 1.628.517 lulusannya yang menganggur.

Secara keseluruhan, jumlah pengangguran di Indonesia pada 2025 ini tercatat sebanyak 7,28 juta atau setara dengan 4,76 persen.

Sementara itu, jumlah penduduk Indonesia yang saat ini bekerja sebanyak 145,77 juta orang. Dari jumlah tersebut, ada 38,67 persen yang bekerja di sektor formal dan 56,57 persen pekerja di sektor informal (termasuk setengah pengangguran).

Demikian paparan yang disampaikan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli saat menjadi keynote speech Kajian Tengah Tahun Indef 2025 di Jakarta, Rabu (2/7/2025) lalu.

Supply dan Demand

Menaker Yassierli mengatakan, solusi dari pengangguran harus dilihat dari dua sisi, yaitu ketersediaan tenaga kerja dan permintaan terhadap tenaga kerja.

“Saya tetap melihat bahwa solusi pengangguran itu kita harus melihatnya dari dua sisi, yaitu supply dan demand. Saya bicara demand-nya dulu. Jadi, kondisi global itu adalah sesuatu yang memang kita harus mitigasi, tapi bersamaan dengan itu kondisi dalam negeri harus kita optimalkan,” kata Yassierli sebagaimana dilansir dari laman kompas.com.

“Sudah jelas bahwa pemerintah, Pak Presiden, memiliki program prioritas yang menghabiskan sekian ratus triliun. Sepertinya kita masih banyak wait and see,” lanjutnya.

Menaker lantas menyinggung soal program Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih yang ditargetkan beroperasi pada 2025 ini.

Presiden Prabowo telah meminta agar 80.000 Kopdes Merah Putih bisa berjalan tahun ini. Program tersebut, menurutnya, bisa jadi salah satu solusi menciptakan lapangan kerja baru untuk mengurangi pengangguran.

Berdasarkan perhitungannya, jika dalam satu Kopdes Merah Putih ada 25 pengelola, maka program itu bisa menciptakan lebih dari 2 juta lapangan baru.

Penyebab

Sementara itu, Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer tidak menampik banyaknya pengangguran yang berpendidikan sarjana.

Penyebabnya menurut dia, beragam. Mulai dari lapangan kerja yang minim, tidak cocok dengan gaji yang ditawarkan perusahaan, hingga kemampuan para sarjana yang tidak sesuai dengan kebutuhan industri saat ini.

“Pertama mungkin masalah salary.  Mereka sarjana tetapi ditawarkan gajinya (setara) lulusan SMA. Lalu lokasi (penempatan) dan kebutuhan industri tidak ketemu (dengan keterampilan para sarjana),” ujar Ebenezer di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu.

“Jangan-jangan mereka milih tempat pekerjaannya. Selain milih tempat pekerjaan, juga milih gaji (berapa),” sambungnya.

Ia mengaku baru saja melakukan sidak ketenagakerjaan ke berbagai daerah. Salah satunya di Morowali, Sulawesi Tengah, yang terdapat banyak industri.

Dari sidak yang dilakukannya, justru sejumlah perusahaan di Morowali masih kekurangan tenaga kerja.

“Mereka malah kurang tenaga kerja. Kurang tenaga kerja di sana. Makanya kita lagi coba, apakah orang-orang ini, sarjana-sarjana ini mau kerja di sana, gitu,” katanya.

“Sarjana-sarjana ini kan terbiasa dengan kehidupan kita. Tiba-tiba dia harus ke kawasan yang enggak ada tempat hiburan dan lain-lain. Ini kan ngaruh ke psikologis mereka ya,” ujarnya.

Ia juga menyarankan para sarjana mau melakukan upskilling dan reskilling supaya bisa menyesuaikan dengan lowongan kerja yang ada. Sebab, jika tidak, para sarjana tidak akan bisa bersaing di dunia kerja.

“Kalau adanya lowongan itu, sementara dia butuh pekerjaan. Jadi mau tidak mau harus reskilling. Karena adanya lokernya itu,” ia menambahkan. (Hasanuddin)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button