
Kematian Pekerja di RAPP Bukan Sekadar Musibah: Pelanggaran UU No. 1/1970 dan UU No. 11/2014 Dapat Diproses Pidana
Kecelakaan kerja fatal di lingkungan industri bisa menggunakan dua undang-undang, yaitu UU no 1/1970 dan UU No 11/2014.
PEKANBARU, Improvement — Peristiwa kecelakaan kerja yang merenggut nyawa seorang operator mesin spinning PT. Asia Pacific Rayon (APR), bagian dari grup industri Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), menjadi pukulan keras bagi dunia industri dan keselamatan kerja di Indonesia.
Korban berinisial N.S. (28 tahun), tewas dalam kejadian tragis pada Sabtu, 21 Juni 2025 pukul 16.47 WIB. Ia dilaporkan sedang bekerja sendirian saat melakukan pembersihan tow pada mesin spinning di Elevasi 23.
Dalam proses tersebut, tangannya tersangkut, tubuhnya terseret, dan kepalanya membentur struktur mesin hingga mengalami fraktur basis cranii (cedera kepala berat) dan dinyatakan meninggal pada pukul 17.25 WIB.
Ketua Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Wilayah Riau, Ir. Ulul Azmi, ST., CST., IPM., ASEAN Eng., menyampaikan kecaman keras atas kejadian ini. Menurutnya, kematian seorang pekerja di lokasi industri bukanlah sekadar musibah, melainkan bentuk nyata dari kegagalan sistem keselamatan kerja dan potensi pelanggaran hukum yang serius. Ia menegaskan bahwa investigasi mendalam harus dilakukan untuk menelusuri tanggung jawab teknis dan profesional atas insiden ini.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja tersebut dan turunannya mengatur secara tegas bahwa setiap pengurus wajib melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja selama berada di tempat kerja, serta mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang dapat mengancam nyawa.
Kecelakaan semacam ini menandakan adanya kelalaian dalam penyediaan pengawasan kerja yang layak, serta sistem pengendalian risiko yang tidak berjalan sebagaimana mestinya. Pekerjaan tunggal (lone work) tanpa pengawasan di area mesin berbahaya jelas merupakan pelanggaran terhadap prinsip dasar keselamatan kerja yang telah diatur oleh undang-undang tersebut.
Selain itu, Ir. Ulul Azmi juga menyoroti aspek keinsinyuran dalam kecelakaan ini. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2014 tentang Keinsinyuran, Pasal 1 Ayat (1) menyebutkan bahwa keinsinyuran adalah kegiatan teknik yang menggunakan kepakaran dan keahlian berdasarkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, untuk meningkatkan nilai tambah dan daya guna secara berkelanjutan dengan memperhatikan keselamatan, kesehatan, kemaslahatan, kesejahteraan masyarakat, dan kelestarian lingkungan.
Sanksi Pidana
Bila sistem kerja yang digunakan tidak dirancang dan dikawal oleh insinyur profesional yang kompeten dan terdaftar resmi, maka ini merupakan pelanggaran berat terhadap prinsip dasar keinsinyuran.
Lebih lanjut, dalam Pasal 50 UU No. 11 Tahun 2014 ditegaskan sanksi pidana bagi pelanggar: pada ayat (1) disebutkan bahwa setiap orang bukan insinyur yang menjalankan praktik keinsinyuran dan bertindak sebagai insinyur dipidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp200 juta.
Pada ayat (2), jika praktik tersebut menyebabkan kecelakaan, cacat, atau hilangnya nyawa seseorang, pelaku dapat dipidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau denda hingga Rp1 miliar.
Ketua PII Riau mendesak agar dilakukan investigasi independen terhadap struktur kerja dan pengawasan teknis di APR Group RAPP, audit menyeluruh terhadap SOP serta kelayakan teknis mesin dan sistem keselamatan, serta pemeriksaan terhadap keabsahan pelaku teknis yang menjalankan peran keinsinyuran di lapangan. Bila ditemukan pelanggaran terhadap Undang-Undang Keinsinyuran, maka penegakan sanksi pidana dan administratif harus dijalankan.
“Keinsinyuran bukan sekadar soal rancangan dan produktivitas, tapi juga tanggung jawab atas keselamatan dan nyawa manusia. Ketika satu nyawa melayang karena sistem gagal, maka harus ada pertanggungjawaban. Dan untuk nyawa yang hilang karena kelalaian dalam kecelakaan kerja, tidak ada ruang untuk tawar-menawar. Ini adalah soal kemanusiaan dan integritas hukum. Negara telah memberikan payung hukum yang jelas. Saatnya hukum ditegakkan,” tegas Ir. Ulul Azmi, ST., CST., IPM., ASEAN Eng., Ketua Persatuan Insinyur Indonesia Wilayah Provinsi Riau. (*/Hasanuddin)