SustainabilityTransportation

Kecelakaan Marak, MTI Desak Reformasi Transportasi Laut

Setiap orang yang naik kapal laut berhak selamat, pergi dan pulang. Reformasi transportasi laut, mendesak dilakukan.

JAKARTA, Improvement – Kecelakaan laut begitu sering terjadi. Dalam sebulan terakhir, setidaknya tiga kecelakaan maut terjadi di laut.

Kebakaran KM Barcelona V-A di Minahasa, kapal terbalik di perairan Sipora (Mentawai), tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya di Selat Bali. Korban-korban manusia berjatuhan. Belasan nyawa lainnya malah belum diketahui nasibnya.

Nyawa manusia seolah tak ada nilainya sama sekali. Korban tewas akibat kecelakaan laut, bukan sekadar angka. Dibalik itu, ada istri, anak, suami, famili, dan kerabat, yang sangat berharap korban pergi dan pulang selamat.

Di antara para korban itu, bisa jadi merupakan tulang punggung keluarga. Kecelakaan laut berpotensi menambah angka kemiskinan di Indonesia.

“Serangkaian kecelakaan laut yang memilukan dalam sebulan terakhir telah menjadi alarm keras atas kegagalan sistem keselamatan pelayaran nasional,” kata Ketua Forum Transportasi Maritim Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Hafida Fahmiasari.

Serangkaian kecelakaan laut itu bukan sekadar kejadian tunggal, melainkan cerminan dari pola kegagalan sistemik yang telah berlangsung lama.

Hafida menyoroti bahwa masalahnya bukan pada kurangnya regulasi, melainkan pada implementasi di lapangan dan akuntabilitas. “Tragedi seperti ini terus berulang karena sistem tidak belajar, dan tidak ada efek jera bagi pelanggar keselamatan,” tegasnya dalam keterangan tertulisnya, Rabu (23/7/2025).

“Yang dibutuhkan bukan teknologi mutakhir. Yang kita butuhkan adalah rasa kemanusiaan. Bahwa setiap orang yang naik kapal berhak pulang dengan selamat. Bahwa nyawa tidak boleh menjadi harga yang kita anggap wajar demi konektivitas,” tutup Hafida Fahmiasari.

Pentingnya Sinergi dalam Keselamatan

Sementara itu, Ketua Umum MTI, Tory Damantoro, menekankan pentingnya sinergi dalam menjaga sistem keselamatan. “Keselamatan adalah sebuah sistem yang baru akan berhasil jika semua komponen perhubungan laut melaksanakan tugas dan fungsi sesuai aturan yang sudah ditetapkan,” ujarnya.

Data Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menyebutkan, lebih dari 190 kecelakaan laut besar terjadi di Indonesia antara tahun 2015 hingga 2025. Tercatat  lebih dari 787 korban jiwa dalam kecelakaan laut di Indonesia dalam 10 tahun terakhir.

Pola sama terus berulang dalam kasus-kasus ini.   Kondisi kapal tua, kelebihan muatan, manifes yang tidak akurat, minimnya alat dan oenerapan SOP keselamatan, dan lemahnya pengawasan di titik keberangkatan.

MTI mengidentifikasi beberapa akar masalah utama. Antara lain fragmentasi pengawasan antar lembaga (Kemenhub, Syahbandar, operator, pemerintah daerah), ketiadaan inspeksi berbasis risiko untuk kapal penumpang. Lalu, tidak berfungsinya sistem manifes dan komunikasi darurat secara optimal, serta minimnya penegakan hukum terhadap pelanggaran keselamatan.

Menanggapi kondisi ini, MTI mendesak tujuh langkah prioritas:

  1. Audit teknis menyeluruh terhadap seluruh armada kapal penumpang, terutama kapal tua.
  2. Digitalisasi manifes dan pelacakan kapal secara real-time.
  3. Peningkatan kapasitas dan sertifikasi awak kapal.
  4. Penegakan sanksi tegas terhadap pelanggaran keselamatan.
  5. Reformasi tarif dan subsidi agar operator mampu memenuhi standar keselamatan tanpa mengorbankan layanan publik.
  6. Kepastian kelayakan sarana untuk berlayar
  7. Pembentukan sistem penguatan dan pemeliharaan kapasitas SDM, mengingat banyak regulasi yang belum dilaksanakan.

“Konektivitas laut yang berkeselamatan adalah instrumen penting untuk merekatkan kesatuan negara kepulauan seperti Indonesia,” pungkas Tory Damantoro. (Hasanuddin)

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button