
YOGYAKARTA, Improvement – Proses ledakan (blasting) dalam operasi pertambangan, berpotensi merusak cagar budaya.
Perlu diatur bagaimana mekanisme area pertambangan atau aktivitas industri lain yang dibangun berdekatan dengan situs cagar budaya.
Demikian disampaikan Menteri Kebudayaan RI Fadli Zon saat menyampaikan pemaparan dalam acara Kongres Perkumpulan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI), Senin (3/2/2025).
Dihadapan para arkeolog dari seluruh Indonesia, Menteri Fadli Zon memaparkan materi bertajuk ‘Kebijakan Pelestarian Tinggalan Arkeologi Menuju Indonesia Menjadi Pusat Peradaban Dunia.’
Pusat Peradaban Dunia
Menurutnya, Indonesia berpotensi menjadi pusat peradaban dunia. Sebab Indonesia memiliki beraneka ragam tinggalan arkeologi dari berbagai masa. Baik yang berwujud (tangible) maupun tak berwujud (intangible) seperti tradisi.
Namun, katanya, guna menuju Indonesia menjadi pusat peradaban dunia, masih banyak pekerjaan rumah (PR) yang harus dikerjakan.
Antara lain keberadaan industri yang dibangun di dekat situs cagar budaya. Menteri Fadli Zon kemudian mengisahkan perjalanannya ke Taman Arkeologi Leang Leang Maros di Sulawesi Selatan.
“Saat saya naik, tiba-tiba terdengar suara dentuman. Suaranya cukup keras. Ledakan itu terjadi setiap hari, setiap jam 12 siang. Itu berpotensi merusak cagar budaya,” katanya.
Fadli Zon mendapat penjelasan bahwa suara ledakan tersebut berasal dari aktivitas pertambangan, yang lokasinya berada tidak jauh dari Taman Prasejarah (Arkeologi) Leang Leang yang berlokasi di kawasan karst Maros-Pangkep, Sulawesi Selatan.
Sebelumnya hal serupa terjadi di situs Muara Jambi, Sumatera Selatan. Di sana bahkan Fadli Zon mendapat laporan ada 12 titik aktivitas pertambangan dan kelapa sawit.
Sebagai informasi, Taman Prasejarah Leang Leang di kawasan karst Maros-Pangkep, Sulawesi Selatan, resmi ditetapkan menjadi taman arkeologi dan pusat informasi gambar prasejarah pada Selasa (14/1/2025).
Penetapan ini melambangkan upaya pelestarian warisan kebudayaan sekaligus penegasan posisi Nusantara sebagai pusat peradaban tertua di dunia.
Peresmian tersebut dilakukan Menteri Kebudayaan Fadli Zon didampingi Penjabat Gubernur Sulawesi Selatan Fadjry Djufry.
Menurut Fadli, kawasan Leang Leang menyimpan bukti jejak kreativitas manusia purba Nusantara. Lukisan goa yang berusia antara 35.000 dan 51.200 tahun ini bukan hanya goresan biasa, melainkan cerminan dari imajinasi dan kreativitas manusia purba.
“Situs ini mengingatkan kita bahwa Nusantara adalah laboratorium alami bagi evolusi manusia,” kata Fadli Zon dalam keterangan pers di Maros, Sulawesi Selatan, Selasa (14/1/2025).
Open Air Museum
Fadli Zon lalu menuturkan bahwa ia pernah berkunjung ke sebuah museum di Nusa Tenggara Barat (NTB). Museum itu menyimpan setidaknya 1.300 naskah lontar.
Namun saat ditanyakan kepada petugas museum, tidak ada banyak yang tahu soal koleksi naskah lontar tersebut. Apalagi memahami isi naskah kuno yang terpahat di daun lontar tersebut.
“Inilah PR bersama kita, terutama para arkeolog,” katanya.
Pada kesempatan itu, Fadli Zon juga menyampaikan bahwa para arkeolog harus mulai membuka diri terhadap berbagai temuan dan kajian.
“Jangan disimpen sendiri dan dituangkan dalam bentuk jurnal ilmiah. Pembacanya jadi sangat terbatas. Masyarakat berhak tahu. Sekarang sudah zaman teknologi digital,” katanya.
Ia berkisah tentang bagaimana dirinya bertemu dengan banyak orang. Ketika Fadli Zon mengatakan bahwa temuan Homo Erectus sebagian besar ada di Indonesia, banyak pihak luar merasa kaget.
Bagi arkeolog, mungkin ini informasi biasa. Tetapi bagi masyarakat umum, ini informasi luar biasa.
Politisi Partai Gerindra ini juga mengusulkan agar Indonesia membuat museum terbuka (open air museum) sebagaimana sudah banyak dilakukan di negara-negara lain.
Ia mencontohkan situs megalithik Gunung Padak, yang terletak di kawasan Cianjur, Jawa Barat. Situs Gunung Padang, katanya, bisa dibuat museum terbuka. (Hasanuddin)