QHSSESustainability

Dirjen PK & Tradisi : K3 Dibutuhkan dalam Pelindungan Kebudayaan

Penerapan aspek K3 belum menjadi perhatian dalam upaya pelindungan kebudayaan.

JAKARTA, Improvement – Penerapan aspek K3 dalam upaya pelestarian cagar budaya masih belum menjadi perhatian Kementerian Kebudayaan. Baik dalam bentuk pelindungan, pengembangan, maupun pemanfaatan.

Karena itu penerapan aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) menjadi penting dilakukan dalam upaya pelindungan kebudayaan, khususnya cagar budaya.

Pelestarian cagar budaya berkelanjutan yang mengolaborasikan berbagai disiplin ilmu dan lintas profesi, saat ini dirasakan penting untuk dilakukan.

Demikian dikatakan Direktur Jenderal (Dirjen) Pelindungan Kebudayaan (PK) dan Tradisi Kementerian Kebudayaan, Dr Restu Gunawan, MHum.

“Memang diakui bahwa pelestarian cagar budaya berkelanjutan, termasuk penerapan aspek K3, masih belum menjadi perhatian. Selama ini kita sedikit berpikir ke arah situ (pelestarian cagar budaya berkelanjutan, red),” kata Dirjen Restu Gunawan saat menerima audiensi Perkumpulan Pelestari Cagar Budaya Nusantara (Perisai Cagar Budaya Nusantara/PBN) di ruang kerjanya, Selasa (18/2/2025).

Kebudayaan Adalah Investasi

Dikatakan, ada banyak hal yang selama ini menjadi kendala. Antara lain karena masih adanya anggapan bahwa kebudayaan sebagai beban biaya (cost). “Padahal kebudayaan adalah investasi,” Dirjen Restu Gunawan menegaskan.

Upaya sosialisasi, edukasi, bimbingan teknis (bimtek), konsultansi, publikasi, menjadi penting untuk dilakukan terkait pelestarian cagar budaya berkelanjutan. Sekaligus mengubah mindset bahwa kebudayaan bukan cost, melainkan investasi.

Menurutnya, upaya pelestarian cagar budaya berkelanjutan, tidak bisa dilakukan oleh satu atau dua pihak saja. Melainkan seluruh pihak yang berkepentingan dalam upaya pelestarian cagar budaya, termasuk masyarakat.

Karena itu, Dirjen Restu Gunawan menyambut baik kehadiran PBN, yang berasal dari komunitas masyarakat yang concern terhadap aspek pelestarian cagar budaya berkelanjutan.

“Kami tentunya menyambut baik kehadiran PBN dan mendukung langkah-langkah yang sudah dan akan dilakukan dalam upaya pelestarian cagar budaya berkelanjutan. Ini gagasan bernas yang datang dari komunitas. Hal ini selaras dengan tupoksi kami di kementerian. Kita bisa saling mendukung satu sama lain demi kepentingan pelindungan kebudayaan khususnya cagar budaya,” katanya.

Ia berharap, PBN bisa menjembatani antara kepentingan pemerintah selaku regulator dengan para pemangku kepentingan lainnya. “Kami siap berkolaborasi dengan kementerian lain terkait penerapan K3 dalam pelindungan kebudayaan,” katanya.

Pelestarian cagar budaya berkelanjutan, sambungnya, adalah jika upaya pelestarian yang dilakukan, bisa memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat.

K3 Penting Diterapkan

Pertemuan tersebut dihadiri oleh Direktur Warisan Budaya, I Made Dharma Suteja. Pada kesempatan itu, Made Dharma sepakat bahwa K3 merupakan aspek penting untuk diterapkan dalam upaya pelindungan kebudayaan, khususnya warisan budaya.

Ia mencontohkan bagaimana pada 2024 lalu, sejumlah kampung adat di Nusa Tenggara Timur (NTT), habis terbakar. “Di sinilah menurut saya pentingnya K3 untuk diterapkan di warisan budaya agar bisa dilakukan mitigasi bahaya kebakaran,” kata Dharma Suteja.

Begitu pula dengan penggunaan bahan-bahan kimia, baik dalam kegiatan pemugaran bangunan cagar budaya maupun konservasi benda cagar budaya.

“Apa yang sudah dipaparkan PBN terkait penggunaan bahan kimia dan berbagai potensi bahaya dalam cagar budaya, kami sangat sepakat. Saya kira perlu untuk dilakukan upaya sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya penerapan K3 dalam cagar budaya,” katanya.

Sebelumnya, Ketua PBN Hasanuddin menjelaskan tentang pentingnya kolaborasi lintas ilmu dan profesi dalam upaya pelestarian cagar budaya yang berkelanjutan.

“Sebagai sumber daya budaya, cagar budaya memiliki sifat rapuh, unik, langka, terbatas, dan tidak terbarui. Untuk itu upaya pelestarian  cagar budaya menjadi sesuatu yang mutlak dan mendesak dilakukan oleh semua pihak,” katanya.

Selain menjelaskan tentang pentingnya penerapan aspek K3L, ia juga menjelaskan tentang bagaimana pentingnya peran teknologi kimia dalam upaya pelestarian cagar budaya berkelanjutan.

Terkait kebakaran bangunan cagar budaya, saat ini sudah ditemukan bahan kimia berupa cat yang bisa memadamkan api (fireproof).

“Cara kerjanya, jika suhu mencapai 200-250°C maka lapisan cat fireproof akan mengembang 50-100 kali ketebalan. Pada saat itulah cat fireproof akan mengeluarkan CO2 yang menghambat perambatan atau pembesaran api,” katanya.

Dari PBN hadir pengurus utama. Yaitu Budi Santoso (Wakil Ketua I), Bambang Sarkoro (Sekretaris), dan Nina Masjhur (Bendahara).

Sejauh ini PBN beranggotakan arkeolog, arsitek cagar budaya, tenik sipil, pakar pelestarian, pakar K3, ahli kimia, dan media. (Hasanuddin)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button