
Demi Keamanan dan Keselamatan, Amunisi Afkir Harus Dimusnahkan
Amunisi memiliki masa kedaluwarsa. Ia menjadi rentan untuk meledak.
JAKARTA, Improvement – Ledakan amunisi yang terjadi di Garut dan menewaskan 13 orang, bukan kali ini terjadi.
Berdasarkan catatan Improvement, sejak 1984 setidaknya telah terjadi empat kali ledakan, termasuk kasus Garut.
Tiga ledakan terjadi di gudang amunisi, dan satu peristiwa terjadi ketika pemusnahan.
Namun ada kesamaan yaitu amunisi yang meledak adalah amunisi yang tidak layak pakai atau afkir. layak pakai atau tidaknya amunisi, utamanya ditentukan oleh faktor kedaluwarsa.
Kasus pertama terjadi gudang amunisi milik Korps Marinir di Cilandak, Jakarta Selatan pada 29 Oktober 1984. Ledakan itu meludeskan 2.000 ton amunisi eks Operasi Trikora yang terdiri dari roket BM-14 (Rusia), howitzer 122 milimeter, mortir, granat, dan lainnya.
Sumber ledakan diduga disebabkan oleh peluru mortir 80 milimeter buatan Yugoslavia. Sebelum ledakan, terjadi kebakaran. Hingga kini tak jelas dari mana asal api.
Yang pasti ledakan itu berasal dari lima gudang amunisi. Ribuan amunisi aneka jenis mulai dari mortir hingga roket tersebut tak sekadar meledak di gudang. Melainkan juga meluncur hingga berkilometer jauhnya ke berbagai arah dalam radius belasan kilometer.
Sedikitnya 1.500 rumah rusak dan hancur, serta lebih dari 1.000 keluarga mengungsi. Dalam keterangan resmi ABRI, yang diberitakan 31 Oktober 1984, sebanyak 15 orang tewas dan 26 orang luka dalam musibah itu.
Ledakan kedua terjadi di gudang amunisi milik Komando Pasukan Katak (Kopaska) TNI AL di Pondok Dayung, Tanjung Priok, Jakarta Utara pada 5 Maret 2014. Kejadian ini mengakibatkan seorang prajurit TNI bernama Sertu Imam, meninggal dunia.
Peristiwa ketiga terjadi di Ciangsana, Kabupaten Bogor, Sabtu (30/3/2024) malam. Kala itu Gudang Munisi Daerah (Gudmurah) milik Batalyon Artileri Medan (Yonarmed) 07/155 GS di Ciangsana, Kabupaten Bogor, Jawa Barat meledak hebat.
Gudang amunisi yang meledak tersebut menyimpan 150 ribu peluru berbagai jenis. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa tersebut.
Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto (kala itu) mengatakan, Gudmurah Yon Armed 7 di Ciangsana, Bogor merupakan tempat penyimpanan munisi yang telah kedaluwarsa. Munisi-munisi itu meledak sebelum didisposal.
“Ledakan terjadi di gudang penyimpanan amunisi sisa latihan atau temuan, dan amunisi-amunisi yang sudah expired. Dan secara sistematis sebenarnya, amunisi-amunisi itu akan diledakkan. Didisposal namanya,” kata Agus di lokasi, Minggu (31/3/2024).
Harus Dimusnahkan
Agus mengatakan amunisi yang telah expired memang relatif lebih sensitif. “Kalau kedaluwarsa itu relatif sensitif. Labil. Kena gesekan, gerakan, dan panas akan mudah meledak,” kata Agus.
Hal itu yang diduga menjadi pemicu awal mula terjadinya kebakaran di Gudmurah Ciangsana yang disusul ledakan.
Pemusnahan amunisi afkir merupakan langkah yang harus dilakukan. Tujuannya adalah keamanan dan keselamatan. Bukan hanya terhadap para prajurit TNI, juga keselamatan warga yang berada di sekitar lokasi gudang amunisi.
Lantas, mengapa amunisi bisa kedaluwarsa dan mudah meledak? Dikutip dari laman indomiliter.com, amunisi yang sudah tua atau kedaluwarsa lebih mudah meledak karena faktor-faktor berikut:
Degradasi Kimia
Bahan peledak dalam amunisi dapat mengalami degradasi kimia seiring waktu, terutama jika amunisi disimpan dalam kondisi yang tidak sesuai. Degradasi ini dapat membuat bahan peledak menjadi lebih tidak stabil dan lebih rentan terhadap ledakan spontan.
Pembusukan Bahan Peledak
Bahan peledak organik, seperti nitrogliserin, dapat mengalami pembusukan seiring waktu, terutama jika tidak disimpan dalam kondisi yang tepat. Pembusukan ini dapat menghasilkan gas yang dapat meningkatkan tekanan di dalam amunisi dan menyebabkan ledakan.
Kerusakan Struktural
Amunisi yang sudah tua mungkin mengalami kerusakan struktural karena faktor seperti korosi atau kerusakan mekanis. Kerusakan ini dapat membuat amunisi menjadi lebih rentan terhadap ledakan.
Panas dan Kelembaban
Suhu panas dan kelembaban yang tinggi dapat mempercepat degradasi bahan peledak dalam amunisi, meningkatkan risiko ledakan. (berbagai sumber/Hasanuddin)