
“Bantu Kami dengan Memberi Ruang di Jalan….”
Kemacetan menjadi salah satu kendala upaya pemadaman kebakaran.
JAKARTA, Improvement – Menjadi pemadam kebakaran, bukan keinginan Pery Peryadi sejak kecil. Cita-citanya ketika masih sekolah adalah menjadi seorang polisi.
Tetapi orangtua menginginkannya masuk Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN). Apa daya, Nilai Ebtanas Murni (NEM)-nya kurang. Selepas SMA pada 2004, ia berlabuh ke Pemerintahan Kota (Pemkot) Bekasi, Jawa Barat.
Di sini, ia ditempatkan di Dinas Tata Kota dengan aneka tugas dan berdinas selama 13 tahun. Selama bekerja, ia menuntaskan dahaga pendidikannya dengan mengambil Manajemen dan lulus tahun 2012
Pada 2017, Pery mulai memasuki pasukan ‘Biru-Biru’ dengan bekerja di Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) Kota Bekasi.
Kepindahannya, sempat membuat sang istri khawatir. Sebab, Pery ditempatkan di pasukan pemadam kebakaran.
Sang istri sempat memintanya di bagian pencegahan. Namun karena bagian pasukan pemadaman kekurangan tenaga, Pery tetap bertahan. Hingga sekarang ini.
“Lama-lama istri menjadi terbiasa,” kata Pery.
Kadang kekhawatiran masih menyelimuti sang istri tatkala ia pulang agak terlambat ketika sedang kejadian kebakaran. Kini, Pery menjabat sebagai Komandan Regu Pleton 5 Pasukan Kompi A.

Bukan Tugas Ringan
Selama bertugas menjadi pemadam kebakaran, sudah banyak suka dan duka datang silih berganti. Sukanya, ketika usai memadamkan kebakaran, ia mendapat ucapan terima kasih dari korban dan warga.
Memadamkan kebakaran, katanya, bukan tugas ringan dan mudah. Dibutuhkan kekuatan fisik yang prima, ilmu pemadaman api dan penyelamatan, mental yang kuat, dan sebagainya.
Yang pasti, memadamkan kebakaran, menguras tenaga dan pikiran. Karena itu, setelah memadakan kebakaran, badan terasa lelah.
“Namun ketika pemilik dan warga sekitar sepontan mengucapkan terima kasih, di saat itu juga rasa capek dan letih hilang. Ada rasa bangga bisa membantu orang yang terkena musibah,” katanya.
Dukanya, adalah ketika datang ke lokasi kejadian, kebakaran sudah besar dan sudah melumat seluruh bangunan. Sebagian bangunan ambruk hingga menutupi akses masuk. Di saat itu lah ada warga yang berteriak jika di dalam bangunan yang terbakar, masih ada orang.
“Di saat itu lah kami merasa gagal karena visi dan misi kita sebagai pemadam kebakaran adalah menyelamatkan jiwa dan harta benda. Seandainya kita datang ke tempat kejadian kebakaran sebelum apinya membesar, pasti tidak akan ada korban,” ujarnya.
Aneka Kendala
Kendala yang dihadapi ketika menerima laporan ada kejadian kebakaran, begitu banyak. Ia dan tim tidak pernah tahu kondisi yang sebenarnya terjadi di lapangan. Apakah kebakarannya besar, obyek yang terbakar apakah menyimpan bahan-bahan berbahaya semisal kimia, dan masih banyak lagi.
Kendala juga acap dihadapi ketika perjalanan menulu lokasi kebakaran yang dilaporkan. Di jalanan, kendaraan pemadam kebakaran sering kali terjebak kemacetan lalu lintas. Alhasil, tiba di tempat kejadian kebakaran (TKK) menjadi terlambat.
Pihaknya selalu berusaha sampai di TKK 15 menit setelah menerima laporan sesuai SOP. Tetapi fakta di lapangan berbeda. Jalanan macet.
Belum lagi TKK yang sering menjadi obyek tontonan bagi warga. Ia berharap masyarakat mengerti dan memrioritaskan kendaraan pemadam kebakaran agar petugas bisa sampai di lokasi tepat waktu dan sesuai SOP.
“Kepada masyarakat, bantu kami dengan memberikan ruang kepada kendaraan kami ketika melintas di jalanan. Kejadian kebakaran juga bukan tontonan. Bantu kami dengan cara bekerjasama mengamankan tempat kejadian agar kami bisa melaksanakan tugas dengan aman dan lancar,” harapnya.
Pery Peryadi adalah satu dari sekitar 21.000 pemadam kebakaran di Indonesia. Jumlah itu memang jauh dari kata ideal jika dibandingkan total penduduk dan luas wilayah Indonesia.
Dan, kebakaran seakan sudah menjadi menu harian masyarakat Indonesia. Utamanya di kota-kota besar. Mencegah kebakaran adalah lebih baik ketimbang mencaci para petugas pemadam ketika terjadi kebakaran. (Hasanuddin)