
Air Hujan Jakarta Terkontaminasi Mikroplastik
Jumlahnya bervariasi antara tiga hingga 40 partikel per meter persegi per hari. Bisa memicu iritasi dan peradangan.
JAKARTA, Improvement – Air yang tumpah dari langit Jakarta, tak melulu bermuatan air. Ada partikel lain yang menyusup melalui air hujan, dan tumpah di bumi Jakarta.
Partikel penyusup itu bernama mikroplastik, yaitu potongan plastik berukuran sangat kecil, berdiameter kurang dari 5 mm.
Muatan mikroplastik dalam air hujan di Jakarta ini ditemukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). BRIN melakukan penelitian selama 12 bulan di sejumlah wilayah di Jakarta.
Profesor Muhammad Reza Cordova dari BRIN menjelaskan, jumlah partikel mikroplastik di air hujan bervariasi. Yaitu antara tiga hingga 40 partikel per meter persegi per hari.
“Dalam waktu kurang dari satu detik, mikroplastik di udara bisa larut dan terbawa turun oleh hujan. Karena itu kami menyebutnya sebagai air hujan yang sudah ‘terkontaminasi’,” kata Reza dalam diskusi “Isu Mikroplastik Dalam Air Hujan dan Fenomena Panas Ekstrem” di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (24/10/2025), sebagaimana dilansir dari laman kompas.com. .
Sumber Utama Mikroplastik
Sumber utama mikroplastik di udara berasal dari pakaian sintetis seperti polyester dan nylon, serta plastik sekali pakai. Partikel halus dari bahan tersebut mudah terlepas ke udara saat dicuci, dibakar, atau terurai akibat paparan sinar matahari.
Reza menekankan, penyebaran mikroplastik sangat dipengaruhi oleh pengelolaan sampah dan aktivitas manusia di kawasan perkotaan.
“Jakarta sebenarnya sudah cukup baik dalam pengelolaan sampah, dengan lebih dari 95 persen sampah berhasil terangkut dari sumbernya. Namun, di wilayah sekitar seperti Bogor, Depok, Bekasi, Banten, dan Purwakarta, tingkat pengumpulan sampah masih di bawah 50 persen. Banyak warga masih membakar sampah secara terbuka, dari sanalah mikroplastik dilepaskan ke udara,” jelasnya.
Partikel mikroplastik bersifat seperti “spons,” yang dapat menyerap bahan kimia berbahaya dan mikroorganisme.
Jika terhirup manusia, partikel ini bisa menimbulkan iritasi atau peradangan, bahkan berpotensi masuk ke aliran darah jika berukuran di bawah 50 mikron.
Menurutnya, fenomena hujan mikroplastik juga tercatat di 18 kota besar di Indonesia.
Semakin padat penduduk dan aktivitas industrinya, semakin tinggi kadar mikroplastik yang ditemukan. Contohnya, kadar mikroplastik di Muara Angke meningkat lima kali lipat antara 2015 dan 2022.
Sebagai solusi jangka panjang, Reza mendorong pengembangan bioplastik alami dan penelitian mikroba penghancur plastik.
“Temuan ini harus menjadi alarm bersama. Mikroplastik adalah jejak aktivitas manusia yang tidak bisa diabaikan. Kini bahkan air hujan pun memberi pesan bahwa bumi butuh kita rawat,” ujarnya.
Pembakaran Sampah Terbuka
Fungsional Madya BMKG Dwi Atmoko menambahkan, mikroplastik termasuk aerosol padat atau cair, melayang di udara. Partikel ini bisa berpindah secara vertikal maupun horizontal mengikuti pola angin, dan terbawa turun saat hujan melalui proses deposisi basah.
Ia menambahkan, aerosol di atmosfer dapat mencapai ketinggian hingga 15 kilometer, sebagaimana ditunjukkan oleh pengamatan satelit CALIPSO. Namun, ketika kondisi udara tenang, partikel-partikel itu akan kembali jatuh ke bumi.
“Mikroplastik yang turun di Jakarta belum tentu berasal dari Jakarta. Bisa jadi terbawa angin dari daerah lain,” kata Dwi, mengamini pernyataan Prof Reza.
Musim kemarau dan pembakaran sampah terbuka menjadi faktor utama peningkatan mikroplastik di udara.
“Saat udara panas dan kering, partikel lebih mudah naik ke atmosfer dan kemudian kembali turun bersama hujan,” tutur Dwi.
Kepala DLH DKI Jakarta Asep Kuswanto mengapresiasi temuan BRIN. Menurut dia, temuan ini mengingatkan bahwa isu polusi plastik sudah memasuki fase kompleks.
“Kami mendorong masyarakat lebih sadar akan pentingnya pengelolaan sampah,” kata Asep.
DLH DKI telah memantau mikroplastik di Teluk Jakarta dan sungai sejak 2022, dengan hasil kelimpahan mencapai 9.891–12.489 partikel per meter kubik.
Kepala Seksi Kesehatan Lingkungan P2P Dinas Kesehatan DKI Jakarta Rahmat Aji Pramono menekankan bahwa mikroplastik berpotensi menimbulkan peradangan saluran pernapasan dan bisa masuk ke organ vital jika ukurannya sangat kecil.
Kelompok rentan seperti ibu hamil, perokok, dan penderita penyakit kronis memiliki risiko lebih tinggi. (Hasanuddin)
 
 










