QHSSESustainability

DK3P Jatim Dorong Transformasi Keselamatan: Dari Human Error ke Human Learning

Kesalahan manusia (human error) adalah keniscayaan. Tetapi kesalahan harus menjadi pembelajaran (human learning), bukan dipandang sebagai hukuman.

SURABAYA, Improvement – Kesalahan merupakan bagian alami manusia. Siapapun pasti pernah melakukan kesalahan, apapun jenis dan bentuknya. Pekerja terbaik pun bisa melakukan kesalahan. Tak ada manusia yang sempurna.

Persoalannya, ketika berada dalam sebuah tempat kerja, apakah pihak organisasi (manajemen) bisa dan mau menerima kesalahan yang dilakukan pekerjanya? Apakah hukuman (punishment) yang dijatuhkan kepada pekerja yang melakukan kesalahan cukup efektif dalam upaya perbaikan secara keseluruhan?

Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Provinsi Jawa Timur menegaskan urgensi transformasi budaya keselamatan kerja melalui penerapan konsep Human and Organizational Performance (HOP).

Pesan ini mengemuka dalam Webinar Safety Series PT Kereta Api Indonesia (Persero) yang digelar secara daring, Jumat (22/8/2025).  Tema yang diusung, “Dari Human Error ke Human Learning: Transformasi Keselamatan dengan HOP”. Acara ini diikuti insan perkeretaapian dari berbagai daerah di Indonesia.

Wakil Ketua Dewan K3 Provinsi Jatim, Edi Priyanto, dalam pemaparannya menekankan bahwa kesalahan manusia (human error) adalah keniscayaan. Namun, kesalahan itu tidak seharusnya dipandang sebagai hukuman, melainkan kesempatan untuk belajar.

“Seperti seorang anak yang belajar naik sepeda, jatuh adalah bagian dari proses pembelajaran, bukan alasan untuk dihukum. Filosofi sederhana ini perlu menjadi landasan organisasi dalam menyikapi kesalahan,” kata Edi.

Menurutnya, organisasi tidak mungkin bisa sekaligus menyalahkan dan belajar. Maka, langkah bijak adalah menghentikan budaya saling menyalahkan dan beralih ke budaya belajar.

Dalam konteks operasional kereta api yang sarat interaksi manusia, teknologi, dan lingkungan, potensi kesalahan akan selalu ada. Yang terpenting adalah bagaimana organisasi merespons kesalahan itu.

“Respons yang tepat bukanlah hukuman. Melainkan membangun sistem pembelajaran agar organisasi lebih adaptif, resilien, dan tangguh menghadapi risiko,” tegasnya.

Komitmen Pimpinan

Edi menambahkan, keberhasilan penerapan HOP sangat bergantung pada komitmen pimpinan. Budaya keselamatan yang kuat hanya dapat tumbuh apabila pemimpin memberi teladan nyata.

“Budaya keselamatan dimulai dari atas. Jika pimpinan mencontohkan, maka akan ditiru dan diikuti seluruh insan organisasi. Tanpa keteladanan, budaya HOP sulit tumbuh,” ungkapnya.

Penerapan HOP, lanjutnya, telah terbukti mampu menurunkan angka insiden hingga 30 persen. Lalu, meningkatkan kesadaran pelaporan potensi bahaya, serta memperkuat keterlibatan pekerja dalam menciptakan sistem kerja yang lebih aman.

Melalui forum tersebut, DK3P  Jatim juga memberikan apresiasi kepada PT KAI yang membuka ruang diskusi strategis tentang paradigma baru keselamatan.

“Keselamatan bukan sekadar kepatuhan aturan, tetapi hasil dari pembelajaran kolektif yang berkelanjutan. Kami berharap konsep HOP ini tidak hanya diterapkan di sektor perkeretaapian, tetapi juga menginspirasi sektor transportasi dan industri lain di Jawa Timur,” tutup Edi.

Dengan dorongan transformasi ini, diharapkan keselamatan kerja di Indonesia dapat berkembang lebih progresif. Tidak hanya berbasis aturan, tetapi juga pada budaya belajar yang melekat kuat di setiap insan dan organisasi. (*/Hasanuddin)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button