QHSSESustainability

Merdeka dari Kecelakaan

Angka kecelakaan kerja masih tinggi, bahkan terus meninggi dalam tiga tahun terakhir.

JAKARTA, Improvement – Siapapun tak menghendaki kecelakaan. Sebab secara langsung, kecelakaan akan melahirkan kesakitan, penderitaan, dan bahkan kehilangan nyawa.

Secara tidak langsung dan dalam skala yang lebih luas, kecelakaan juga akan mengakibatkan kerugian secara finansial (ekonomi), sosial, lingkungan, dan budaya.

Tetapi, kecelakaan tak bisa dihindari. Ia acap datang tanpa kita duga apalagi direncanakan. Kecelakaan bisa hadir di mana saja, kapan saja, dan menimpa siapa saja.

Kecelakaan memang tak bisa dihindari. Tetapi dampak kecelakaan itu sendiri bisa diminimalisir. Itulah makna safety, yang masih kurang terimplementasikan dengan baik dalam kehidupan sehari-hari. Safety belum menjadi budaya keseharian masyarakat.

Data Kemenhub yang berasal dari Korlantas Polri menyebutkan, setiap jam rata-rata tiga orang meninggal dunia di jalanan atau 27.000 dalam setahun (data tahun 2024).

Belum mereka yang mengalami cacat (fungsional maupun permanen) apalagi luka ringan yang jumlahnya jauh lebih besar.  Itu baru di jalanan. Kecelakaan yang terjadi di perairan, udara, dan lintasan kereta api pun tak kalah garangnya, meski jumlahnya tak sebesar di jalanan.

Di tempat kerja, data BPJS Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa dalam tiga tahun terakhir, rata-rata lebih dari 300.000 orang mengalami kecelakaan kerja setahunnya. Baik yang terjadi di tempat kerja maupun di jalanan dalam konteks kerja.

Setiap Hari 8 Pekerja Meninggal

Data BPJamsostek menunjukkan, rata-rata 8 pekerja meninggal dunia setiap hari akibat kasus kecelakaan kerja yang dialaminya atau sekitar 2.500 pekerja meninggal dalam setahun.

Data kecelakaan kerja yang terjadi sesungguhnya diyakini angkanya jauh lebih besar dibanding data yang disuguhkan BPJamsostek. Sebab data yang saban tahun dirilis BPJamsostek diambil berdasarkan jumlah klaim santunan asuransi yang harus dibayarkan.

Kecelakaan tak sekadar menimbulkan korban. Tapi juga kerusakaan peralatan, mesin, lingkungan, dan sosial, sehingga menimbulkan kerugian ekonomi secara langsung bagi perusahaan.

Dalam skala lebih luas, kecelakaan akan berdampak pada perekonomian nasional. WHO pernah melansir bahwa kerugian akibat kecelakaan di suatu negara mencapai 5-7% dari GNP (pendapatan kotor). Itu jumlahnya bisa belasan bahkan puluhan triliun rupiah dalam setahun!

Akankah hal ini kita biarkan terus berlarut? Bisakah kita terbebas dari kecelakaan atau setidaknya menekan angka kasus kecelakaan yang terjadi?

Belum lagi Penyakit Akibat Kerja (PAK) yang hingga kini datanya masih amat minim plus aneka bencana yang terus menghantam Bumi Pertiwi.

Sebuah renungan di Hari Kemerdekaan yang hari ini berusia 80 tahun. Dirgahayu Republik Indonesia. Merdeka! (Hasanuddin)

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button