EventSustainability

Prof Fatma: 4 Implementasi K3 Kimia dalam Konservasi Cagar Budaya

K3 Kimia berperan penting dalam konservasi benda cagar budaya dalam upaya pelindungan pekerja dan cagar budaya.

JAKARTA, Improvement – Bahan kimia banyak digunakan dalam proses konservasi benda cagar budaya. Baik berupa benda (artefak), bangunan, struktur, situs, maupun kawasan.

Hal ini bertujuan untuk memperbaiki  cagar budaya dari kerusakan, pelapukan, jamur, dan sebagainya. Sebab ‘musuh utama’ cagar budaya adalah waktu.

Namun dibelakang penggunaan bahan kimia untuk kepentingan pelestarian cagar budaya, ada keterlibatan manusia selaku pekerja.  Kimia adalah unsur yang membahayakan keselamatan dan kesehatan pekerja cagar budaya.

Untuk itu dibutuhkan pemahaman mendalam tentang kimia dalam cagar budaya. Terutama soal pemahaman mendalam tentang risiko kimia dan penerapan protokol keselamatan yang ketat.

Demikian dikatakan Prof Dra Fatma Lestari, MSi, PhD dalam Diskusi Publik ‘Kimia Cagar Budaya’ di Museum Kesejarahan Jakarta, Kamis (13/5/2025).

“Tanpa prosedur K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) yang tepat, tidak hanya pekerja yang berisiko. Tetapi juga artefak berharga yang sedang dikonservasi dan lingkungan sekitarnya. Keselamatan harus selalu menjadi prioritas utama dalam setiap kegiatan konservasi yang melibatkan bahan kimia,” kata Prof Fatma.

Peran Penting K3 Kimia dalam Cagar Budaya

Prof Fatma menjelaskan, kenapa K3 Kimia memiliki peran penting dalam benda cagar budaya. Pertama, katanya, perlindungan terhadap konservator dan pekerja. Kedua, mengurangi risiko kecelakaan, kebakaran, dan ledakan.

Ketiga, pencegahan pencemaran lingkungan dan keempat atau terakhir adalah kepatuhan terhadap regulasi dan standar K3.

”Banyak bahan kimia berbahaya yang jika tidak tahu cara menggunakannya bisa membahayakan pekerja. Ada bahaya kebakaran yang berpotensi menghabiskan benda-benda cagar budaya,” kata Guru Besar K3 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) ini.

Oleh sebab itu, standar keselamatan dalam mengonservasi cagar budaya sangat penting. Salah satunya, dengan menyediakan gudang khusus untuk menyimpan bahan-bahan kimia.

“Kebakaran Museum Nasional (2023) dan Museum Bahari (2018), menurut saya, karena masih ada beberapa upaya yang bisa kita tingkatkan. Selain mencegah kerusakan cagar budaya, kita tidak ingin para pekerja terdampak dari paparan benda kimia yang digunakan,” Prof Fatma menambahkan.

Prof Fatma mengingatkan bahwa penggunaan bahan kimia yang tidak sesuai, bisa merusak struktur dan estetika benda cagar budaya. Ia mencontohkan tentang penggunaan larutan asam yang berlebihan dapat menyebabkan korosi pada artefak logam dam merusak nilai sejarahnya secara permanen.

4 Langkah Implementasi K3 Kimia

K3 Kimia, katanya, menjadi hal utama dan penting untuk diimplementasikan dalam melakukan pelestarian cagar budaya. Termasuk kegiatan konservasi.

Prof Fatma menyebutkan, ada empat langkah implementasi K3 Kimia dalam konservasi cagar budaya. Yaitu:

  1. Perencanaan

Implementasi melibatkan perencanaan komprehensif yang mencakup identifikasi risiko, pengembangan protokol keselamatan, dan penyediaan sumber daya yang diperlukan.

  1. Pelaksanaan

Implementasi melibatkan penerapan prosedur keselamatan, penggunaan peralatan, pelindung, dan pemantauan kepatuhan terhadap protokol yang telah ditetapkan.

  1. Evaluasi

Evaluasi berkala terhadap efektivitas program K3 Kimia penting untuk mengidentifikasi area yang memerlukan perbaikan dan memastikan keselamatan berkelanjutan dalam konservasi.

  1. Perbaikan

Berdasarkan hasil evaluasi, perbaikan dan pembaruan terhadap protokol K3 harus dilakukan. Hal ini untuk mengakomodasi perubahan dalam praktik konservasi dan pengetahuan tentang risiko kimia.

Laboratorium Cagar Budaya

Pada kesempatan itu, Prof Fatma juga menyoroti soal laboratorium cagar budaya. Laboratorium atau ruang konservasi, kata Prof Fatma, harus memiliki sistem ventilasi yang baik untuk mengurangi paparan uap berbahaya.

Hal ini termasuk penggunaan lemari asam (foom hude) saat bekerja dengan bahan kimia yang mengeluarkan uap beracun. Lalu sistem ventilasi umum yang memastikan pertukaran udara yang cukup di seluruh ruangan.

“Pengelolaan ruang kerja juga mencakup pemisahan area untuk aktivitas berbeda, penyimpanan bahan kimia yang tepat, dan pemeliharaan kebersihan. Hal ini dilakukan untuk mencegah kontaminasi silang dan akumulasi residu berbahaya,” katanya.

Diskusi publik bertema “Kimia Cagar Budaya” diselenggarakan oleh Yayasan Pelestari Cagar Budaya Nusantara (PBN). Selain Prof Fatma, dalam acara itu PBN juga menghadirkan sejumlah pemateri yang kredibel di bidangnya.

Yaitu Arya Abieta, Ketua Tim Ahli Pelestarian Dinas Kebudayaan Pemprov DK Jakarta. Lalu Sugiarto Goenawan (ahli kimia bangunan cagar budaya), Dr Nahar Cahyandaru (ahli kimia cagar budaya) dan Beni Cahyadi (ahli K3 Kimia, transporter bahan kimia).

Selain diskusi publik, acara juga disemarakkan dengan pameran dan workshop.  Pada acara workshop, akan dilakukan uji material terhadap dua sisi dinding dari ruang Lukisan Mural di Museum Kesejarahan Jakarta.

Uji material bahan kimia dilakukan oleh PT Uzin Utz Indonesia, perusahaan yang berfokus pada upaya penyelamatan bangunan cagar budaya di Indonesia.

Uji material itu  merupakan langkah kecil dalam upaya penyelamatan lukisan mural yang memiliki nilai historis. (Hasanuddin)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button