NewsQHSSE
Trending

NICAF, Upaya Menghitung Jejak Karbon di Proyek Konstruksi

NICAF, Upaya Menghitung Jejak Karbon di Proyek Konstruksi

BUMI yang kita pijak hanya ada satu (only one earth) dan sudah berusia 4,5  miliar tahun. Sudah sangat-sangat renta. Tetapi manusia sebagai salah satu penghuni bumi, tak menjaga dan merawatnya dengan sangat baik. Kita, bahkan cenderung menghancurkannya dengan melepaskan begitu banyak emisi karbon ke atmosfer bumi, seiring penemuan aneka mesin berbahan bakar fosil dan juga penggunaan freon untuk lemari-lemari pendingin dan penyejuk ruangan.

Emisi karbon yang terlepas ke udara itu telah merobek-robek lapisan ozon di langit. Para ahli memperkirakan, pada 2020, lapisan ozon yang robek sudah seluas benua Antartika. Luar  biasa besarnya. Bumi pun murka. Keseimbangan alam yang sudah tercipta miliaran tahun, dalam sekejap, dibuat menjadi tidak seimbang. Lapisan ozon yang seharusnya menjadi perisai bagi seluruh makhluk hidup yang tinggal di bumi, ketika robek, justru menjadi petaka.

SIklus iklim berubah (cilmate change). Suhu pun naik dan permukaan air laut meninggi, seiring mencairnya gunung-gunung es di kutub utara dan selatan. Badai-badai baru tercipta, dan memporakporandakan segala apa yang dilintasi dan ditelannya. Aneka bencana kemanusiaan menyembur tanpa bisa dibendung.

Pemicunya, emisi karbon. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), emisi memiliki makna kandungan gas mesin yang dibuang ke udara. Dalam hal ini, emisi karbon atau emisi karbon dioksida (CO2), merujuk pada pelepasan gas karbon dioksida ke atmosfer bumi.

Laman CO2 Human Emissions menyebutkan, sumber emisi global yang menghasilkan gas karbon dioksida terbesar adalah pembakaran bahan bakar fosil seperti minyak, batu bara, dan gas. Aktivitas tersebut berkontribusi sebanyak 87 persen terkait melonjaknya kuantitas CO2 di udara. Di samping itu, deforestasi dan penebangan hutan juga punya andil dalam peningkatan emisi karbon. Ketika pepohonan ditebang, maka hilanglah agen yang bertugas sebagai penyerap alami CO2 dari atmosfer. Lebih lanjut, proses industri, seperti produksi semen, pembuangan limbah, hingga penggunaan pupuk nitrogen juga secara signifikan menghasilkan emisi CO2.

NICAF

Lantas, bagaimana dengan konstruksi? Dunia konstruksi  menjadi salah satu penyumbang emisi karbon di udara. Meski tak sebesar migas, pertambangan, pabrikasi, dunia konstruksi pun turut menjadi ‘pendosa’ bagi bumi. Kegiatan konstruksi turut serta melepas emisi karbon ke atmosfer bumi. Penggunaan mesin-mesin berbahan bakar fosil, material konstruksi, metoda kerja, listrik, dan sebagainya, tak bisa dipisahkan dari kegiatan konstruksi.

Industri konstruksi dapat menyebabkan polusi lingkungan di berbagai aspek, seperti udara, tanah, air, cahaya, dan suara. Polusi yang dihasilkan oleh industri konstruksi dapat disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya:

  1. Polusi udara: Kegiatan konstruksi menghasilkan debu atau polusi partikulat, seperti serpihan logam, semen, kayu, dan pasir. Polusi udara dari industri konstruksi diperkirakan menyumbang 33% pencemaran gas CO2 di dunia.
  2. Polusi tanah dan air: Industri konstruksi menyumbang polusi tanah dan air.
  3. Polusi suara: Getaran yang dihasilkan oleh peralatan dan mesin konstruksi dapat menyebabkan polusi suara.
  4. Limbah: Industri konstruksi menghasilkan limbah dalam jumlah besar.
  5. Eksploitasi sumber daya alam: Industri konstruksi merupakan salah satu pengeksploitasi sumber daya alam terbesar.

Adalah PT Nindya Karya (Persero), sebuah BUMN Konstruksi, yang memperkenalkan NICAF (Nindya Carbon Footprint Calculator). NICAF merupakan sebuah aplikasi untuk menghitung jejak karbon dari aktivitas perusahaan sesuai standar perhitungan secara umum. Aplikasi tersebut,  terintegrasi secara kesisteman, otomatis, dan dapat diakses secara luas baik dalam lingkup organisasi maupun proyek yang sedang berjalan.

Vice President (SVP) QHSE  Planning & Customer Satisfaction di Department QHSE PT Nindya Karya (Persero) Hana Fajrianti mengatakan, NICAF tidak hanya sekadar menghitung jejak karbon dalam operasional konstruksi. Lebih dari itu, konsep ini lebih diarahkan pada pengelolaan aset dan peralatan di Nindya Karya. Sebab, menurutnya, semakin besar emisi, maka sistem pembakarannya menjadi tidak sempurna. “Semakin besar emisi yang dihasilkan, maka semakin rendah produktivitas dari alat tersebut,” kata Hana kepada Improvement.

Dikatakan, Nindya Karya menjadi pelopor untuk perusahaan konstruksi yang menggunakan aplikasi untuk menghitung karbon secara menyeluruh. Selain mendukung program Sustainable Development Goals (SDGs) dan Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia, NICAF akan sangat bermanfaat bagi perusahaan. “Terutama dalam melakukan pemilihan bahan apa saja yang akan digunakan dalam proses bisnis dan menjadi acuan bagaimana menciptakan kegiatan konstruksi yang ramah lingkungan di Tanah Air,” katanya.

Hana begitu fasih berbicara dan menjelaskan bagaimana sistem NICAF bekerja. Maklum, wanita kelahiran kota Jakarta 22 Juni 1993 ini disebut-sebut sebagai sosok yang tak bisa dipisahkan dari NICAF. Kok bisa? Lantas, bagaimana kisah Hana dengan kalkulator jejak karbonnya (NICAF)?

 Hana Fajrianti, VP QHSE Planning & Customer Satisfaction di Department QHSE PT Nindya Karya
Hana Fajrianti, VP QHSE Planning & Customer Satisfaction di Department QHSE PT Nindya Karya

Kisah ini bermula dari lomba inovasi yang setiap tahun diselenggarakan PT Nindya Karya (Nindya Leading Innovation). Hana pun tertarik. Pada 2021, ia mengikuti lomba inovasi yang ditujukan bagi kalangan internal Nindya Karya tersebut. Kala itu, ia mengusung konsep pelaporan bahaya (Hazard Report) melalui aplikasi.

Tapi gagal. Wanita jebolan Teknik Lingkungan Universitas Diponegoro yang lulus dengan predikat Cum Laude pada 2015 dan memulai karier di Nindya Karya pada 2016 ini tak menyerah. Tahun berikutnya, 2022, ia menggandeng rekannya bernama Prasidya Tyanto untuk kembali mengikuti lomba inovasi di Nindya. Kali ini, ia mengusung konsep lingkungan. Sebab, menurutnya, aspek HSE di dunia konstruksi saat itu, jarang memperhatikan aspek lingkungan (E). “Selama ini aspek HSE di konstruksi lebih didominasi aspek K3, sedangkan aspek lingkungan jarang menjadi perhatian, tidak seperti perusahaan Migas atau Tambang,” kata Hana.

Ada banyak faktor penyebab. Salah satunya, kata Hana, limbah yang dihasilkan di sektor konstruksi tidak konstan dalam jangka waktu yang panjang sebagaimana halnya di pabrik atau pembangkit.

Tetapi, lingkup lingkungan begitu luas. Kenapa karbon? “Saat itu karbon sedang menjadi isu hits di dunia,” katanya. Hana lantas melakukan studi dan riset. Hasil awalnya, di Indonesia belum ada perhitungan jejak karbon di sektor konstruksi. Di dunia, baru ada di Eropa.

Jebolan program S2 K3 di FKM UI  ini kemudian mengajukan konsep perhitungan jejak karbon (Carbon Footprint Calculator) dalam bentuk aplikasi kepada panitia Nindya Leading Innovation 2022. Kali ini, konsepnya memboyong juara II.

PT Nindya Karya kemudian mengadopsi konsep Hana-Prasidya sebagai kebijakan perusahaan yang kemudian diberinama Nindya Carbon Footprint Calculator (NICAF) dan diimplementasikan di seluruh operasional perusahaan. NICAF dianggap sebagai terobosan pertama di dunia industri konstruksi di Indonesia dalam menghitung jejak karbon. Konsep ini bahkan saat ini sudah diadopsi  di proyek pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan dan sedang tahap sosialisasi ke proyek.

Hana menjelaskan, NICAF yang digagasnya tak sekadar menghitung jejak karbon dalam operasional konstruksi. Lebih dari itu, konsep ini lebih diarahkan pada pengelolaan aset dan peralatan di Nindya Karya. Sebab, mengutip pernyataan BJ Habibie, semakin besar emisi maka sistem pembakarannya tidak sempurna.

Dengan kata lain, sambung Hana, sistem pembakaran yang tidak sempurna menjadi indikasi kuat bahwa peralatan yang digunakan tersebut tidak produktif. “Semakin besar emisi yang dihasilkan, maka semakin rendah produktivitas dari alat tersebut,” katanya. Jadi, NICAF tak hanya bermanfaat bagi penghitungan jejak karbon, tetapi sekaligus juga berguna bagi pengelolaan aset dan peralatan.

Jadi VP BUMN Konstruksi di Usia 29

Hana Fajrianti adalah salah seorang sosok muda berbakat dengan banyak prestasi di dunia konstruksi Indonesia. Selain melahirkan NICAF, ia, misalnya, pernah didapuk sebagai The Best HSE Woman Leader of The Year 2023 oleh HSE Magazine dan Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional (DK3N) dalam ajang Health, Safety, and Environment Indonesia Award (HSEIA) 2023 yang berlangsung di Bidakirana Auditorium Hotel Bidakara, Jakarta, 16 Juni 2023 silam.

Bukan tanpa alasan dewan juri yang diketuai Prof Dra Fatma Lestari, MSi, PhD ini menobatkan anak pertama dari tiga bersaudara ini sebagai salah seorang peraih penghargaan The Best HSE Woman Leader of The Year 2023. Wanita kelahiran kota Jakarta 22 Juni 1993 ini, antara lain, dinilai dewan juri sebagai wanita mewakili kaum milenial yang berprestasi di bidang HSE.

Penghargaan  serupa juga diraih Hana sebagai The Best Woman Leader for QHSE Excellent dalam ajang Indonesia Quality, Health, Safety, and Environment  Awards (IQSA) 2024 yang diselenggarakan oleh  majalah Businessasia Indonesia bekerja sama  dengan Forum QHSE BUMN Karya pada 4 Oktober 2024. Dua pekan sebelumnya, tepatnya 24 September 2024, makalah Hana bertajuk Optimizing Sucontractor Selection Processes: Integrating Occupational Health and Safety Criteria in Indonesian Construction Industry dalam topik Safety and Health Management menyabet juara 1 dan meraih penghargaan Young Scientist Award dalam ajang 12th International Conference Working on Safety 2024 yang diselenggarakan the German Social Accident Insurance (DGUV) di Dresden, Jerman.

Hana masih berusia muda ketika didapuk menjabat sebagai Vice President (VP) QHSE Planning & Customer Satisfaction di Department QHSE PT Nindya Karya pada 2023.  Kala itu, usianya berada di angka 29 tahun. Sebelumnya, pada 2022, Hana menjabat sebagai Coordinator HSE Control & Management, Infrastructure 2 Division. Lalu Coordinator HSE Planning di EPC Division selama dua tahun (2019 – 2021).

Sebelumnya lagi, sebagai HSE Officer di Department HSE Head Office (2018 – 2019), HSE Officer di Faculty of Pharmacy Unair Building Construction Project (2017), dan Quantity Surveyor di Moewardi Hospital Surakarta Building Construction Project. Sebelumnya, ia tercatat pernah bekerja sebagai Assistant Assessor for PROPER di Kemen LHK pada 2015.

Selain The Best HSE Woman of The Year 2023 dari HSE Magazine dan DK3N, Hana  pernah juga dinobatkan sebagai Karyawan Terbaik 2022 oleh PT Nindya Karya (Nindya Karya’s Best Employee of The Year 2022).

Dunia HSE dan konstruksi selama ini didominasi kaum Adam. Toh, Hana sama sekali tak merasa terkendala. “Saya meyakini, bahwa perempuan selalu memiliki kesempatan untuk dapat terlibat dan berkarya dalam pengembangan dunia HSE. Tujuan yang mulia ini tidak pernah terbatas oleh generasi, usia, ataupun gender. Semoga kita semua–khususnya pelaku bidang HSE–dapat saling bersama-sama mewujudkan lingkungan kerja yang aman, sehat, selamat, dan melindungi kerusakan lingkungan hidup untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia secara berkelanjutan,” pungkas Hana yang memiliki motto hidup Selama Hidup Kita Terus Belajar ini. (Hasanuddin)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button